SENI
KRIYA

Dalam perkembangannya,
karya seni kriya selalu identik dengan seni kerajinan. Hal ini disebabkan
pembuatan karya seni kriya yang tidak lepas dari pengerjaan tangan (hand made)
dan memiliki aspek fungsional.
Tradisi membuat
benda-benda seni kriya telah ada sejak zaman prasejarah. Dari temuan-temuan
benda prasejarah diketahui bahwa manusia mulai menetap pada zaman Batu Muda
(Neolitikum). Mereka telah mulai membuat benda fungsional untuk menunjang
aktivitas mereka sehari-hari. Salah satunya adalah tembikar yang terbuat dari
tanah lempung yang berfungsi sebagai wadah. Tembikar pada zaman ini telah
memiliki hiasan berupa simbol-simbol atau lambang-lambang kehidupan spiritual
yang dipercaya oleh masyarakat.
Dalam perkembangan
selanjutnya, seni
kriya mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan ini tidak hanya
pada aspek fungsi semata tetapi berimbas pada peningkatan kualitas bentuk dan
bahan serta corak hiasannya. Pada awalnya benda-benda tersesebut memiliki
bentuk yang sederhana berkembang menjadi bentuk-bentuk yang beraneka ragam dan
rumit. Demikian juga dengan hiasan yang semakin banyak, detail, dan bervariasi.
Pengertian Seni Kriya
Istilah "seni kriya‟
berasal dari akar kata "krya‟ (bahasa Sanskrta) yang berarti
"mengerjakan‟; dari akar kata tersebut kemudian menjadi kata : karya,
kriya, kerja. Dalam arti khusus adalah mengerjakan sesuatu untuk menghasilkan
benda atau obyek. Dalam pengertian berikutnya semua hasil pekerjaan termasuk
berbagai ragam keteknikannya disebut "seni kriya‟.(Timbul Haryono,2002). Kata
"kriya‟ dalam bahasa Indonesia berarti pekerjaan (kerajinan tangan). Di
dalam bahasa Inggris disebut craft yang mengandung arti: energi atau kekuatan,
arti lain suatu ketrampilan mengerjakan atau membuat sesuatu. Istilah itu
diartikan sebagai ketrampilan yang dikaitkan dengan profesi seperti yang terlihat
dalam craftsworker (pengrajin).
Pada kenyataannya seni
kriya sering dimaksudkan sebagai karya yang dihasilkan karena skill atau
ketrampilan seseorang; sebagaimana diketahui bahwa semua kerja dan ekspresi
seni membutuhkan ketrampilan. Dalam persepsi kesenian yang berakar pada tradisi
Jawa, dikenal sebutan kagunan. Di dalam Kamus Bausastra Jawa, kagunan adalah
Kapinteran/ Yeyasan ingkang adipeni/Wudharing pambudi nganakake kaendahan-gegambaran,
kidung ngukir-ukir. Penjelasan itu menunjukan posisi dan pentingnya ketrampilan
dalam membuat (mengubah) benda sehari-hari, di samping pengetahuan dan kepekaan
(akan keindahan). Oleh sebab itu, sebuah karya (seni) dalam proses
penggarapannya tidak berdasarkan pada kepekaan dan ketrampilan yang baik
(mumpuni), maka tidak akan ada kesempatan bagi kita untuk mnikmati karya
tersebut sebagai karya seni ( I Made Bandem, 2002 ).
Fungsi Seni Kriya
Fungsi seni kriya sebagai
salah satu karya seni
rupa secara garis besar terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai berikut.
1. Hiasan (dekorasi)
Banyak produk seni kriya yang berfungsi sebagai benda pajangan. Seni
kriya jenis ini lebih menonjolkan segi rupa daripada segi fungsinya sehingga
bentuk-bentuknya mengalami pengembangan. Misalnya, karya seni ukir, hiasan
dinding, cinderamata, patung, dan lain-lain.
2. Benda terapan (siap pakai)
Seni kriya yang sebenarnya
adalah seni kriya yang tetap mengutamakan fungsinya. Seni kriya jenis ini
mempunyai fungsi sebagai benda yang siap pakai, bersifat nyaman, namun tidak
kehilangan unsur keindahannya. Misalnya, senjata, keramik, furnitur, dan
lain-lain.
3. Benda mainan
Di lingkungan sekitar
sering kita jumpai produk seni kriya yang fungsinya sebagai alat permainan.
Jenis produk seni kriya seperti ini biasanya berbentuk sederhana, bahan yang
digunakan relatif mudah didapat dan dikerjakan, dan harganya juga relatif
murah. Misalnya, boneka, dakon, dan kipas kertas.
Jenis-jenis seni kriya
Bentuk karya seni kriya
Nusantara amat beragam. Beragam pula bahan alam yang digunakan. Dari sejumlah
seni kriya Nusantara, ada yang tetap mempertahankan ragam hias tradisional dan
ada pula yang telah dikembangkan sesuai dengan tuntutan pasar. Jenis-jenis seni
kriya menurut bahan yang digunakan dapat kita bagi sebagai berikut :
a. Kriya Kayu
Kriya kayu ialah suatu
bidang kriya yang pekerjaannya membuat benda yang mempunyai nilai fungsional
maupun hias dengan menggunakan bahan kayu. Dalam kriya kayu, terdapat pekerjaan
tingkat dasar yang merupakan tingkat permulaan. Kayu banyak sekali menghasilkan
berbagai benda kerajinan, seperti topeng, wayang golek, furnitur, patung dan
hiasan ukir-ukiran.
b. Seni kriya tekstil
Istilah tekstil dewasa ini
sangat luas dan mencakup berbagai jenis kain yang dibuat dengan cara ditenun,
diikat, dipres dan berbagai cara lain yang dikenal dalam pembuatan kain. Kain
umumnya dibuat dari serat yang dipilin atau dipintal guna menghasilkan benang
panjang untuk ditenun atau dirajut sehingga menghasilkan kain sebagai barang
jadi. Ketebalan atau jumlah serat, kadar pilihan, tekstur kain, variasi dalam
tenunan dan rajutan, merupakan faktor yang mempangaruhi terciptanya aneka kain
yang tak terhitung macamnya. Keragaman karya seni tekstil bisa dilihat dari
jenis, teknik, ragam hias, dan bahan yang digunakan. Jenis kriya tekstil di
Nusantara bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu karya batik dan karya tenun
c. Kriya keramik
Bahan dasar keramik adalah
tanah liat. Benda keramik dibentuk dengan berbagai teknik, antara lain teknik
cetak, lempeng, pijit, dan pilin. Setelah dibentuk, kemudian diberi hiasan.
Jika sudah melalui proses pengeringan, dibakar dengan suhu tertentu.
Keramik diproduksi untuk
benda-benda hias atau benda pakai dengan keragaman variasi bentuk, misalnya
guci, pot bunga, vas bunga, dan sebagainya. Daerah-daerah penghasil keramik
tersebar luas di Nusantara, antara lain di Yogyakarta, Malang,
Cirebon, dan
Purwokerto.
d. Kriya logam
Kriya logam adalah kriya
yang mengolah logam menjadi berbagai macam benda kerajinan. Mengolah logam
biasanya dengan cara mengecor logam panas dengan cetakan. Cetakan ini bisa
terbuat dari tanah liat, gips, pasir, atau logam juga.
Kriya logam menggunakan
bahan jenis logam, seperti emas, perak, perunggu, besi, tembaga, aluminium, dan
kuningan. Produk yang dihasilkan, misalnya perhiasan emas dan perak,
patung perunggu, senjata tajam, peralatan rumah tangga, dan alat musik gamelan.
Sekarang kriya logam dibuat dengan berbagai variasi bentuk.
Teknik membuat kriya logam ada dua, yaitu teknik a cire perdue dan teknik
bivalve.
·
Teknik
a cire perdue atau cetakan lilin, caranya adalah membuat bentuk benda
yang dikehendaki dengan lilin. Setelah membuat model dari lilin, model tersebut
ditutup dengan menggunakan tanah, kemudian dibuat lubang dari atas dan bawah.
Setelah itu, cetakan dibakar sehingga lilin yang terbungkus dengan tanah akan
mencair, dan keluar melalui lubang bagian bawah. Untuk selanjutnya melalui
lubang bagian atas dimasukkan cairan perunggu. Apabila sudah dingin, cetakan
tersebut dipecah sehingga keluarlah benda yang diinginkan.
·
Teknik
bivalve atau setangkap,
caranya yaitu menggunakan cetakan yang ditangkupkan dan dapat dibuka sehingga
setelah dingin cetakan tersebut dapat dibuka, maka keluarlah benda yang
dikehendaki. Cetakan tersebut terbuat dari batu atau kayu.
e. Kriya kulit
Kriya kulit adalah jenis
karya seni yang bahan bakunya menggunakan kulit. Kulit yang digunakan adalah
kulit kerbau, sapi, kambing, buaya, dan ular. Kulit tersebut sebelum dipakai
terlebih dahulu mengalami proses pengolahan yang panjang yaitu mulai dari
pemisahan dari daging satwa, pencucian dengan cairan tertentu, pembersihan,
perendaman dengan zat kimia tertentu (penyamakan), pewarnaan dengan warna yang
diinginkan, perentangan supaya tidak mengkerut, pengeringan, dan penghalusan.
Setelah itu, kulit baru dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang ditentukan.
Hasil kriya kulit berupa tas,
sepatu, wayan kulit, ikat pinggang, pakaian (jaket), dompet, tempat HP, dan
alat musik rebana. Daerah penghasil kriya kulit antara lain Garut,
Yogyakarta, dan Bali.
f. Kriya batu
Batu yang memiliki tekstur
keras dan cenderung kaku untuk dibentuk ternyata dapat diolah menjadi seni
kerajinan yang indah. Salah satunya berasal dari daerah Sukaraja, Sukabumi. Di
daerah ini dapat dijumpai berbagai material batu yang telah diolah menjadi
hiasan dan dekorasi rumah. Ada
batu akik, jesper, fosil, dan batu-batu permata lainnya yang
dibentuk menjadi hiasan dengan motif flora dan fauna.
Sedangkan jenis-jenis seni kriya berdasarkan teknik pembuatannya bisa kita bagi sebagai berikut :
1. Kriya Pahat atau Kriya Ukir
Jenis, bentuk, bahan, dan
teknik dalam seni pahat sangat beragam, dari jenis ukir, patung, dan aneka
kerajinan lainnya. Seni pahat selain menggunakan bahan kayu, juga menggunakan
batu, aneka logam, emas, serta tulang dan kulit hewan. Bali
merupakan daerah yang banyak menghasilkan seni pahat berupa ukiran, patung,
hingga barang-barang kerajinan. Patung arca dengan bahan batu andesit juga
dibuat di Bali. Bentuknya menyerupai
benda-benda purbakala.
Salah satu hasil dari seni
pahat yang unik adalah wayang kulit dan wayang beber yang terbuat dari kulit
binatang, serta wayang golek yang terbuat dari kayu. Kerajinan wayang kulit dan
wayang beber terdapat di daerah Yogyakarta, Surakarta, dan Sragen. Sedangkan wayang golek
banyak diproduksi di Jawa Barat.
Di Jepara (Jawa Tengah)
tersohor dengan seni ukir khas Jawa. Daerah lain di Jawa penghasil seni pahat
dalam bentuk topeng, patung, ukiran, dan lain-lain adalah Kudus, Bojonegoro,
dan Cirebon.
Seni patung Suku Asmat dan Kamoro di Papua terkenal dengan kekhasannya, dengan
bentuk dan ukuran yang beragam.
Di Palembang, karya ukir
kayu juga diwujudkan pada perabot rumah tangga dengan ciri khas menggunakan
warna emas dan cokelat tua. Di Sumatra Utara, seni pahat masyarakat Batak
selain berupa ukiran hias pada bangunan rumah adat, juga terdapat pada
benda-benda yang berfungsi sebagai perlengkapan ritual.
2. Kriya batik
Proses pembuatan kain
batik dapat dilakukan dengan teknik tulis, teknik cap, dan teknik lukis. Teknik
batik tulis merupakan teknik yang paling banyak diterapkan di Indonesia. Selain
di Jawa, batik juga terdapat di Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, dan Bali. Corak kain batik setiap daerah beraneka ragam.
Corak batik Jawa umumnya bergaya naturalis dengan sentuhan warna-warna yang
beragam. Corak batik pesisir umumnya menunjukkan adanya pengaruh asing.
Pekalongan merupakan penghasil batik yang terkenal dan termasuk dalam golongan
batik pesisir. Daerah batik bercorak pesisir yang lain adalah Madura, Tuban,
dan Cirebon.
Batik daerah ini didominasi perpaduan warna yang kontras, seperti merah,
kuning, cokelat, dan putih. Sedangkan Batik Solo, Yogyakarta,
dan sekitarnya umumnya menggunakan warna-warna redup, seperti cokelat, biru,
hitam, dan hijau.
3. Kriya tenun
Indonesia adalah salah satu negara
penghasil tenun terbesar terutama dalam hal keragaman corak hiasannya. Ada dua jenis tenun,
yaitu tenun ikat dan tenun songket. Yang membedakan keduanya adalah pada teknik
pembuatan dan bahan yang digunakan. Pada songket ada tambahan benang emas,
perak, atau benang sutra. Daerah yang terkenal sebagai penghasil tenun ikat,
antara lain Aceh, Sumatra Utara, Sulawesi, Bali, Sulawesi Tengah, Toraja
(Sulawesi Selatan), Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, NTT, Flores, dan
Maluku. Sedangkan penghasil songket yang terkenal, antara lain Aceh, Sumatra
Barat, Riau, Palembang, Sumatra Utara, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Lombok, Nusa
Tenggara, dan Maluku. Kriya tenun kebanyakan dipakai untuk selendang, sarung,
kebaya, dan ikat kepala seperti pada pakaian adat. Bahan yang dipakai untuk
membuat kain tenun ditentukan oleh ketersediaan alam daerah setempat. Di
Sumbawa (NTT) semua produk kain tenun dibuat dari benang kapas. Kain songket
berbahan benang sutra dapat dijumpai di Aceh, Sumatra Barat, Palembang,
dan Bali, sedangkan yang berbahan dasar benang
katun dapat dijumpai di Flores.
4. Kriya anyaman
Kriya anyaman di Indonesia
sangat beragam, baik jenis, bahan, maupun bentuknya. Bahan untuk membuat
anyaman kebanyakan dari kulit bambu, batang rotan, dan daun pandan. Bahan-bahan
alam lainnya adalah pelepah pisang, enceng gondok, dan serat kayu.
Teknik pembentukan anyaman
adalah dengan memanfaatkan jalur lungsi (vertikal), jalur pakan (horizontal),
dan jalur gulungan diagonal). Pembentukan pola motif anyaman diperoleh dengan
cara memanfaatkan perbedaan warna.
Kriya anyaman yang
tersebar diNusantara terdiri atas bentuk-bentuk tradisional yang masih
bertahan, pengembangan dari bentuk-bentuk tradisional, hingga bentuk-bentuk
desain baru. Tasikmalaya (Jawa Barat) adalah salah satu pusat kerajinan anyaman
dari berbagai bahan dan bentuk. Di Halmahera (Maluku) rotan diproduksi menjadi
tas punggung. Di Papua, anyaman dapat ditemukan pada produksi gelang khas
masyarakat Papua yang terbuat dari serat kayu dan batang anggrek hutan.
5. Kriya Bordir
Bordir merupakan kerajinan
rakyat yang memerlukan ketekunan dan ketelatenan dalam pengerjaannya. Kerajinan
ini telah tumbuh di beberapa daerah dengan motif dan rancangan khas daerah
masing-masing. Awalnya kerajinan ini berkembang untuk memenuhi kebutuhan pakaian
kebaya wanita yang merupakan pakaian nasional Indonesia, tetapi adanya
perkembangan dan penggunaan yang semakin meluas kerajinan ini menjadi bagian
dari ciri khas motif pakaian untuk sholat seperti mukena, baju koko, dan
selendang.
Pada kesempatan lain kami akan mencoba membagikan secara lebih terperinci satu persatu dari berbagai jenis seni kriya diatas, semoga kami ada kesempatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar